AHLAN WA SAHLAN YAA SOHIBI
TRIMA KASIH SAYA UCAPKAN KERENA TELAH MENGUNJUNGI SITUS BLOG SAYA

Laman

Senin, 31 Oktober 2011


ANDAIKAN AKU SEPERTI SIRUP
Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk ALLAH yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yaitu sirup.
Masalahnya adalah gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia, dimanfaatkan tapi dilupakan begitu saja, walau ia sudah mengorbankan dirinya untuk memaniskan teh pana, tapi manusia tidak menyebutkan dirinya dalam campuran teh dan gula itu, manusia hanya menyebutkan, “ini gula manis”,bukan, ”ini teh gula pasir”, begitupun dengan masalah yang lainnya juga sama.
Gula pasir merasa kalau dirinya Cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan, disebut manakala manusia membutuhkannya, setelah itu,tak ada penghargaan sedikitpun, tak ada yang menghargai pengorbananya, kesetiaanya, perananya yang begitu besar sehingga sesuatu manjadi manis. Hal itu sangat berbeda sekali dengan sirup
Dari segi eksistensinya, sirup tidak hilang ketika bercampur , warnanya masih terlihat, kadang pun manusia mengatakkn ,“ini es sirup”, tak jarang pula yang mengatakkanya disertai dengan jatidirinya, seperti,”ini es sirup mangga”,dan sebagainya.
Gula pun kahirnya bilang kepada sirup,”andai aku sepertimu, wahai sirup?”.
Dari cerita diatas, terdapat pesan moral yang sanagat berguna bagi kita . bahwasannya banyak dari kita melakukan sesuatu yang mana pekerjaan itu untuk kepentinga banyak orang, sadar atau tidak, kadang ada rasa keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai orang yang paling berharga.
Namun kita harus paham bahwa semua kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi.
Kalau saja gula pasir tadi itu sadar bahwa setinggi apa pun sirup, toh asalnya ya juga dari gula pasir, ya kan ?
Kalau saja para pengingat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak ada ungkapan,”andaikan aku seperti sirup ?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar